Menelusuri Jejak Cinta

/
0 Comments

Bukan pernikahan namanya kalau mulus dan bebas tanpa hambatan. Bagaimanapun, pernikahan merupakan  penyatuan dua orang berbeda karakter, yang mana kemudian akan bersama-sama menyejajarkan langkah dalam membina rumah tangga—dan itu bukan sesuatu yang mudah. Perselisihan pendapat, sikap yang terkadang tidak disukai pasangan, atau pertengkaran, kerap mewarnai sebuah pernikahan.

 

Pada banyak kasus, mereka yang tak mampu bertahan dalam pernikahannya, akhirnya akan menyerah pada perceraian. Namun, banyak pula pernikahan yang mampu bertahan meski belasan—bahkan puluhan—tahun telah berlalu. Meskipun begitu, bukan berarti segalanya baik-baik saja. Terkadang, ada saat-saat di mana salah satu pasangan—entah suami, entah istri, atau keduanya—merasa pernikahannya tak lagi seindah dulu. Banyak hal yang menjadi penyebabnya dan itu, tentu saja, tidak baik bagi keharmonisan rumah tangga bila dibiarkan begitu saja.

 

Dalam buku “Muhasabah Cinta Seorang Istri” ini, bersama kawan-kawan Asma Nadia hendak memberi solusi pada mereka yang barangkali mengalami hal seperti di atas—merasa pernikahannya tak lagi indah—yaitu dengan jalur muhasabah. Di mana para penulis yang berjumlah lima belas orang, dan semuanya bertitel istri, menceritakan kebaikan-kebaikan suami selama pernikahan mereka, dengan harapan hal itu akan kembali memekarkan bunga pernikahan yang mungkin saja sempat layu.

 

Beby Haryanti Dewi, dalam tulisannya Suami Jempol, Istri Error, menceritakan bagaimana dia dan sang suami, Ilham, bagai langit dan bumi. Perbedaan mereka begitu besar, di mana Ilham tipe lelaki romantis, sementara Beby tipe perempuan yang kurang sensitif. Pesan-pesan yang dikirmkan sang suami padanya selalu berbunga-bunga, romantis abis, sedang pesan yang dia kirimkan pada sang suami hanya berisi daftar belanjaan saja. Tidak hanya itu, bahkan pernah suatu hari Ilham membawa rangkaian bunga untuk Beby, namun yang terjadi Beby justru menganggap Ilham buang-buang duit.

 

Meskipun sering kelihatan nggak nyambung, tapi mereka bahagia-bahagia saja menjalani pernikahan yang hampir 9 tahun itu. Perbedaan-perbedaan yang mereka miliki kerap membangun kelucuan dan membuat hari-hari mereka dihiasi canda tawa. (hal. 29).

 

Menurutku, justru karena berbeda itulah pasangan suami istri bisa belajar untuk saling mengisi, saling menghargai, saling memahami, dan pada akhirnya saling bergantung dan terikat satu sama lain.

Kebalikan dari Beby yang memiliki suami romantis, Nr. Ina Huda dalam tulisannya yang berjudul Romantis VS Realis justru bersuamikan lelaki yang cenderung cuek. Seringkali Ina berharap akan mendengar kata-kata manis nan berbunga dari bibir sang suami, namun hal itu sangat jarang dia dapatkan. Meskipun begitu, sang suami ternyata memiliki keromantisan dengan caranya sendiri. Misalnya, daripada bertanya apa yang bisa ia bantu, sang suami lebih memilih bertindak dengan cara mengambil alih pekerjaan. Lain waktu, saat mendapati Ina dilanda khawatir oleh sesuatu hal, sang suami tidak bertanya, “Kenapa kamu murung, Sayang?” melainkan akan berkata, “Jalan-jalan yuk, di dekat sini ada depot tanaman hias baru, lho. Kelihatannya tanaman-tanaman hiasnya bagus-bagus.” (hal. 57).

 

Aku berpikir bahwa perkawinan adalah semacam sarana untuk mencapai tujuan. Ibarat alat transportasi, aku tidak membutuhkan alat transportasi yang mewah atau megah, tetapi lebih pada yang kokoh kuat agar bisa membawaku sampai ke tujuan tanpa mogok di jalan.

Selain kedua tulisan di atas, ada juga dua belas tulisan lain yang akan menggugah hati: Aku Perlu Suami yang Sabar karya Tria Barmawi, Cinta Tak Selalu Merah Muda karya Mariskova, That Sweetest Thing karya Dyotami Febriani, Secangkir Kopi Susu karya Sinta Yudisia, Si Dia karya Sitaresmi Sidharta, I Don’t Realize that You Love Me Much, Until… karya Yulyani Dewi, Demi Ayat-Ayat Cinta karya Yunita Tri Damayanti, Tanpa Dia Aku Takkan Berhasil karya Rini Nurul Badariah, Ketika Ratu Pemalas Menanggalkan Gelarnya karya Demi Rieka, Guru Kehidupan karya Meidya Derni, Karena Aku Belum Siap Kehilangan Kamu karya Ade Sophia Winstar, dan terakhir Kalau Ada yang Berubah karya Yudith Fabiola.

 

Tidak hanya berisi muhasabah-muhasabah di atas, buku setebal 130 halaman ini juga memuat berbagai tips yang pastinya akan bermanfaat—baik untuk para istri maupun mereka yang masih lajang—misalnya tips “SerSan” alias Serius tapi Santai, tips menemukan suami pilihan bagi muslimah lajang, dan masih banyak lagi. Selain itu, terdapat juga lembar muhasabah yang bisa diisi oleh para pembaca. Rasanya, buku ini tidak hanya wajib di baca oleh para istri maupun Muslimah yang masih lajang, tetapi juga wajib di baca oleh lelaki—baik yang bertitel suami maupun yang bertitel jomblo.

 

Selamat membaca. Baca juga resensi lainnya: Perjalanan Mengubah Peruntungan.

 

Judul : Muhasabah Cinta Seorang Istri

Penulis : Asma Nadia, dkk.

Penerbit : Lingkar Pena Publishing House dan Asma Nadia Publishing House

Tahun terbit : Juli 2011, Cetakan keenam

Jumlah halaman : 130 halaman

ISBN : 978979191545-8

 

Rating :  Red heart  Red heart  Red heart  Red heart  Red heart

 

Buku ini saya dapatkan lewat kuis di twitter yang diadakan oleh—kalau tidak salah—Lingkar Pena, sekitar tahun 2011.



You may also like

No comments: