Haruskah Ada Janji Untuk Setiap Perpisahan?

/
4 Comments

Ia menatap lelaki yang dicintainya sekali lagi—masih tak percaya kalau jarak akhirnya benar-benar merenggut kebersamaan mereka. Inilah, pikirnya, inilah yang selalu ia takutkan dari cinta, saat jarak mengambil ruang di antara mereka.

“Jangan khawatir, kita akan baik-baik saja,” bilang lelaki itu, seolah tahu keresahannya. Lelaki itu memang selalu tahu tentangnya.

Ah… Ia menghela napas panjang, memandang pelabuhan yang semakin meriuh. Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, sebuah kapal yang tertambat mulai dipenuhi penumpang. Tak lama lagi, kapal ini berenang pergi. Membawa lelaki yang dicintainya. Meninggalkannya sendiri bersama rindu yang entah bagaimana harus dienyahkannya—atau justru tak akan bisa?

“Berjanjilah kamu akan kembali dengan hati yang sama,” ia berkata, menatap dalam-dalam mata lelaki itu, merapatkan genggaman tangannya pada jemari kokoh kekasihnya. Sungguh, ia benar-benar takut membayangkan hari yang akan datang. Akankah segalanya masih sama? Ah, jarak. Ia benar-benar benci.

Tak langsung menyahut, lelaki itu memungut helai anak rambutnya, menyelipkan ke belakang telinga kemudian. “Maafkan aku. Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu,” ucapnya pelan.

“Kenapa?” ia bertanya, dua garis keningnya terangkat. “Apakah kamu tidak yakin kalau kamu bisa kembali dengan hati yang sama? Dan, karena itulah kamu takut berjanji.”

“Bukan begitu.”

“Aku bisa memastikan hatiku tidak akan berubah saat kamu kembali nanti, dan mengapa kamu tidak?”

Lelaki itu tersenyum kecil. “Kamu tahu, janji itu begitu rapuh. Rapuh sekali. Bagiku, lebih baik tidak menjanjikan apa-apa padamu daripada melihatmu terluka karena kerapuhan janji itu.” Jeda sebentar, mendesah pelan. “Lagi pula, jarak adalah ujian bagi cinta, karena di sana, kesetiaan dan kepercayaan di pertanyakan. Kalau memang benar-benar cinta, kita hanya perlu melakukan satu hal: bertahan.”

Baca juga: Ditinggalkan, Tak Pernah Mudah. 



You may also like

4 comments:

  1. Wah, Aiman. Simpel, tapi 'ngena'. Sempat kecewa jawaban lelakinya gitu. Tapi setelah ia menjelaskan, kita enggak bisa apa2 selain memakluminya... dari suau saat janjinya rapuh. Uh, ini cerita daku banget. Bedanya bukan di pelabuhan, terus si lelakinya enggak sebijak ini. Aaaak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus TKP-nya di mana teh? Stasiun kereta? hehe iya, daripada berjanji dan terkhianati, si perempuan akan sangat tersakiti karena nanti dia pasti akan teringat-ingat terus janji itu. Cari aman aja, jalani tanpa perlu ada janji. Terkhianati menyakitkan, juga bakal menjadi utang buat si lelaki bila janji itu tidak dijalani:))

      Delete
  2. Di sekolahan. Wkwkwkkk
    Ini dilemma, Aiman. Perempuan kalau menangkap keraguan laki-laki itu kayak gimana, ya. Tapi laki-lakinya juga gimana...
    Well yah, cari aman. Oke, oke. Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ooo di sekolahan ternyata hahaha iya, dilema banget teh dee :)

      Delete