Perjalanan Mengubah Peruntungan

/
0 Comments
where the mountain meets the moon
Rasanya, hampir sebagian besar anak-anak menyukai dongeng. Kisah-kisahnya yang luar biasa, para tokohnya yang hebat nan memesona, dan lain-lain—begitu memikat anak-anak. Dongeng, bagaimanapun, tidak lebih dari cerita khayalan yang tidak benar-benar terjadi, yang disampaikan oleh para orangtua guna mendidik moral dan menghibur anak-anaknya. Namun, bagi Minli, tokoh utama dalam novel setebal 272 halaman ini, dongeng-dongeng yang kerap kali diceritakan Ba padanya benar-benar nyata untuknya. Meskipun kehidupan mereka—dan juga seluruh warga desa yang tinggal di kaki Gunung Nirbuah—begitu miskin, namun keluarga Minli berbeda. Kisah-kisah yang diceritakan Ba pada Minlilah yang membuat keluarga itu berbeda—terutama untuk Minli. (hal. 3)

Salah satu kisah yang selalu Minli dengar adalah kisah mengenai Kakek Rembulan. Kisah inilah yang akhirnya mendorong Minli ingin bertemu Kakek Rembulan dan menanyakan padanya bagaimana cara mengubah peruntungan keluarganya. Namun, Kakek Rembulan tidak lebih dari sebuah dongeng, bahkan Ma tidak percaya kalau Kakek Rembulan benar-benar ada. Sebaliknya, anak semata wayangnya, Minli, justru percaya. Kepercayaan Minli akan Kakek Rembulan semakin membuncah ketika suatu hari seorang penjaja ikan mas melintasi desanya. Dengan dua keping uang logam—yang merupakan milik Minli dan juga harta berharga satu-satunya yang ada di rumah mereka—gadis kecil itu membeli ikan mas. Kata si penjaja, ikan mas itu bisa membawa peruntungan.

Karena ikan mas itu, Ma marah kepada Minli. Dan akhirnya, Minli memutuskan untuk membuang ikan mas miliknya ke sungai. Sebelum dia menceburkan ikan mas tersebut, sebuah keanehan terjadi. Ikan mas itu berbicara dan memberitahu Minli kalau dia tahu di mana Kakek Rembulan berada.

Berbekal petunjuk dari ikan mas, Minli memulai perjalanannya. Dia meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan orangtuanya keesokan harinya. Ba dan Ma sangat khawatir, bahkan Ma sampai memekik, ketika pulang dan mendapati Minli telah tiada. Hanya secarik surat yang ditulis Minli yang mereka temukan. (hal. 35)

Ba dan Ma akhirnya memutuskan untuk menyusul Minli meski dengan petunjuk seadanya. Ma yang selama ini kerap mengeluh dengan kehidupan mereka yang miskin, dihantam kesadaran bahwa sikapnya itu sama sekali tidak pantas, dan bahkan tidak perlu ada, karena sesungguhnya kemiskinan yang sebenarnya adalah ketika Minli hilang dari sisinya. Gadis kecilnya itu adalah harta yang tidak tertandingi. Ma baru menyadari kalau selama ini ia kurang bersyukur dengan kehidupan mereka. Namun, kesadaran itu sia-sia karena Minli telah pergi.

Sementara itu, dalam perjalanan bertemu Kakek Rembulan, Minli bertemu seekor Naga yang tidak bisa terbang. Naga itu akhirnya menjadi teman seperjalanan Minli. Naga juga ingin bertanya kepada Kakek Rembulan mengapa ia tidak bisa terbang seperti naga-naga lain. Bersama Naga, perjalanan jauh lebih mudah karena Minli dapat menungganginya. Namun, rintangan ternyata banyak mengadang perjalanan mereka. Di mulai dari pertemuan dengan sekawanan monyet tamak sampai keharusan untuk mendapatkan Garis Pinjaman yang dimiliki oleh Raja Kota Terang Bulan—dan itu bukanlah hal yang mudah.

Perjalanan selanjutnya, Minli dan Naga kembali bertemu Harimau—yang diyakini sebagai reinkarnasi Hakim Harimau yang kejam. Harimau tersebut melukai Naga hingga membuatnya hampir mati. Namun, untungnya, pertemuan dengan dua bocah kembar Da dan Fu (Da-Fu) menyelamatkan hidup Naga dan juga Minli. Dua boca itu pula yang akan menuntun mereka ke Gunung Tak Berujung, di mana Kakek Rembulan berada. Apakah Minli dan Naga bisa bertemu Kakek Rembulan dengan bekal-bekal yang telah mereka miliki? Lalu, bagaimanakah akhirnya ketika Minli tahu bahwa dia hanya boleh mengajukan satu pertanyaan kepada Kakek Rembulan, sementara dia juga harus menanyakan pertanyaan Naga yang dititipkan padanya?

Temukan jawabannya di novel ini.

Grace Lin benar-benar cerdas dalam mengolah cerita, mengaitkannya satu sama lain dalam bahasa yang lincah dan lugas, sehingga mudah di mengerti baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Selain cerita yang asyik untuk diikuti, selipan lukisan-lukisan—yang merupakan karya Grace Lin sendiri—turut mewarnai halamannya dan menjadi poin plus buku ini.

ilustrasi karya Grace Lin
Akhirnya, novel ini mengajarkan pada kita tentang kebersyukuran dalam menjalani hidup ini, di mana kekayaan sesungguhnya bukanlah ketika kita memiliki banyak harta, tetapi ketika kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Karena dengan begitu, Sang Pemilik Hidup akan berkenan menambah nikmat kita bahkan sampai berlipat-lipat banyaknya.

Judul : Where the Mountain Meets the Moon
Penulis : Grace Lin
Penerjemah : Berliani M. Nugrahani
Penerbit: Atria
Tahun terbit : Cetakan 1, November 2010
Jumlah halaman : 272 halaman
ISBN : 978-979-024-460-3

Rating:  Red heart Red heart Red heart Red heart Red heart

Buku ini saya dapatkan lewat kuis yang diadakan Penerbit Atria sekitar tahun 2011. Udah lama selesai dibaca, dan kembali dibaca ulang untuk diresensi di sini.


You may also like

No comments: