sebuah percakapan tentang kenangan

/
0 Comments
sumber: google “Aku ingin menjual semua kenangan saat masih bersama dia.”
“Kenapa?”
“Aku tak sanggup lagi menyimpannya. Terlalu menyakitkan bila terus ada di sana. Hanya cara itulah yang bisa kulakukan supaya hati ini menjadi lebih baik.”
“Tapi, bukankah dalam kenangan itu ada saat-saat kalian bahagia? Saat-saat cinta masih terasa begitu indah dan menyenangkan?”
“Memang. Tapi, aku tidak mengerti, kenangan-kenangan itu justru terasa menyakitkan sekarang.”
“Biarkan di sana. Kenangan-kenangan itu. Biarkan di sana, di tempat di mana seharusnya ia berada. Tak perlu menjualnya.”
“Aku tak sanggup lagi. Terlalu sakit, kau tahu.”
“Tapi, kau akan membutuhkannya.”
“Aku menjualnya berarti aku tidak membutuhkannya lagi.”
“Sekarang memang kau tak membutuhkannya, tapi nanti, saat kamu tak muda lagi, saat di sisimu duduk cucu-cucumu. Kau tahu, tak hanya dongeng yang bisa kau ceritakan pada mereka. Kenangan-kenangan itu pun bisa kau ceritakan.”
“Tapi….”
“Dengar. Biarkan kenangan itu di sana. Lagi pula, semua sakit yang kau rasakan sekarang, akan mengajarkan ketabahan pada hatimu.Seiring waktu berlalu, kenangan itu akan mengambil tempat di sudut ingatanmu, tempat terjauh yang takkan menyakitimu lagi. Tempat saat kau mengingatnya, hanya akan ada senyum kecil di wajahmu, bukan lagi air mata.”
“Jadi, aku tak perlu menjualnya?”
“Ya. Karena kau akan membutuhkannya. Biarkan ia di sana.”
Seperti matahari, kenangan perlahan-lahan akan memudar, namun tak pernah benar-benar hilang meski malam melindapkannya.


You may also like

No comments: