Tak Ada yang Berubah

/
0 Comments
Sumber: Uncle Gugel


Semua masih sama.
Rasa. Rindu. Cinta.
Tak ada yang berubah….

Aku dan kamu—dengan tangan saling menggumpal satu—berjalan menyusuri lorong-lorong yang sunyi. Tidak ada kata yang terurai atau pun senyum kecil merekah. Kita sama-sama bergeming. Melangkah. Ya. Hanya melangkah sambil menikmati detik-detik kebersamaan kita.

Sunyi membungkus kita berdua di malam yang tua itu. Sama seperti awan hitam yang mengepung langit entah sejak kapan. Kita terus melangkah. Di antara riuh hati yang memerihkan, aku mencoba menyusun tebakan ke mana akhir arah langkah kita. Kamu masih diam. Hanya tanganmu yang kian erat menggenggam tanganku. Sakit sedikit. Tidak mengapa, karena setelah malam ini, sakit di tanganku tak akan berarti sama sekali.

Di tempat yang aku tak tahu di mana, juga namanya apa, langkah kita terhenti. Napasmu memburu. Aku diam menikmati gerak dadamu yang kembang kempis. Lalu, perlahan sekali, kedua tanganmu mencengkeram puncak bahuku. Sakit sedikit. Tidak masalah.

“Kamu sudah janji untuk tidak menangis,” katamu. Suaramu yang lirih entah bagaimana menggemetarkan persendianku. Tetapi, mencoba mantap, aku anggukan kepala. Rambutku jelas sekali berguncang-guncang. Aku tidak akan menangis.

“Kamu sudah janji akan tetap tersenyum, bagaimana pun keadaannya,” lagi, kamu berkata. Aku mengangguk kecil. Ya. Aku akan tersenyum meski semuanya akan pahit.

Lantas, bibirmu bergetaran seperti sedang menahan tangis dan bola matamu seumpama di taburi kaca-kaca.

“Ada apa?” tanyaku pelan dan lirih. Tubuhmu terguncang hebat. Dan, dalam hitungan detik, tubuh kita sudah menyatu.

Lama sekali. Isak tangismu mulai mengepung pendengaranku. Aku pun ikut menangis.

Detik bertemu detik, pelukanmu semakin erat. Pertanyaanku tadi sepertinya tak perlu jawaban. Pelukan ini, sudah menjelaskan segalanya.

Hujan pun luruh mengecup bumi. Lebat. Sama lebatnya dengan hujan di dalam sana.

Semua masih sama.
Rasa. Rindu. Cinta.
Tak ada yang berubah….


You may also like

No comments: