novel 'ketika' menjadi salah satu novel yang ada di Best Fiction di salah satu gramedia Surabaya (foto: uncle Dang Aji)


Hallo.... hallo.... hallo...!!


Apa kabar, dirimu? Diriku di sini sedang galau akut karena lagi revisi naskah novel kedua, yang alhamdulillah banyaaaak banget. Sampai-sampai aku pengen gantung diri di dalam mimpi. Tapi, setelah kupikir-pikir, daripada gantung diri, mending hadapin aja. Toh, pasti akan selesai, selama 'mau' mencari jalan. Tapi, jujur, aku galau banget ngerjain novel kedua ini. Bukannya apa-apa sih, tapi novel kedua ini nggak hanya sekadar romance, tapi ada balutan-balutan adat dan budaya. Nulis yang romance remaja aja ampe pusing segala, nah ini ada embel-embelnya, siapa yang nggak galau?
Sumber: google
Hari ini, aku berpikir semuanya takkan sama lagi. Ketika waktu seumpama helai angin yang tak pernah mampu aku baca. Tak pernah mampu aku mengerti. Tahu-tahu saja aku dapati diriku berdiri di titik ini. Termangu. Menatap. Merenung sampai senja berlimbak-limbak. Menampakan diri laksana kenangan. Bersamamu. Tahun-tahun yang lampau.

Hari ini, aku berpikir semuanya takkan sama lagi. Diri ini—sesuatu yang tak terbantah. Sikap ini—sesuatu yang kerap membingungkan. Sesekali aku tak mengerti dengan semua itu. Di waktu lain aku malah teramat mengerti. Aku tahu, ada sesuatu yang menunggu kucapai. Mungkin, dewasa. Mungkin, cinta. Dan boleh jadi,
Sumber: google
Jangan terlalu percaya ucapan laki-laki.”
“Tapi, tidak dirimu.”
“Jadi, kau percaya semua ucapanku? Apa pun itu? Meski sebenarnya hanyalah bualan. Omong kosong?”
“Ya. Tak terkecuali.”
“Mengapa?”
“Karena aku mencintaimu. Adakah yang lebih dari itu.”
Diam. Sam menarik selimut sampai menutupi dada yang telanjang. Dewi menggeliat.
“Emm… sebaiknya kau jangan terlalu percaya ucapanku. Aku takut.”