Sumber: google
Hari ini, aku berpikir semuanya takkan sama lagi. Ketika waktu seumpama helai angin yang tak pernah mampu aku baca. Tak pernah mampu aku mengerti. Tahu-tahu saja aku dapati diriku berdiri di titik ini. Termangu. Menatap. Merenung sampai senja berlimbak-limbak. Menampakan diri laksana kenangan. Bersamamu. Tahun-tahun yang lampau.

Hari ini, aku berpikir semuanya takkan sama lagi. Diri ini—sesuatu yang tak terbantah. Sikap ini—sesuatu yang kerap membingungkan. Sesekali aku tak mengerti dengan semua itu. Di waktu lain aku malah teramat mengerti. Aku tahu, ada sesuatu yang menunggu kucapai. Mungkin, dewasa. Mungkin, cinta. Dan boleh jadi,
Sumber: google
Jangan terlalu percaya ucapan laki-laki.”
“Tapi, tidak dirimu.”
“Jadi, kau percaya semua ucapanku? Apa pun itu? Meski sebenarnya hanyalah bualan. Omong kosong?”
“Ya. Tak terkecuali.”
“Mengapa?”
“Karena aku mencintaimu. Adakah yang lebih dari itu.”
Diam. Sam menarik selimut sampai menutupi dada yang telanjang. Dewi menggeliat.
“Emm… sebaiknya kau jangan terlalu percaya ucapanku. Aku takut.”
Sumber: google
Tak terasa ya Agustus datang. Serupa ia datang mengendap-endap, lalu menyergap erat-erat, barulah terasa kalau waktu berlalu seperti angin. Puasa pun—Alhamdulillah—sudah memasuki hari ke 16. Tak terasa yaaaa….

APA?!! Tak terasa? Banget deh. *gleeek*

Berhubung sekarang Agustus, aku ada kabar gembira nih :D

*apa hubungannya Agustus sama kabar gembira, haha*

Kabar gembiranya adalah aku akan
Sumber: Uncle Gugel

Katamu, cinta tak pernah sehitam kopi. Cinta itu merah muda, sekali waktu menjelma merah darah. Adalah malam-malam panjang yang kerap menemani diriku. Sementara rindu berlimbak-limbak membentuk sebuah ruang temu.Yang pada akhirnya tak pernah kau singgahi.

Katamu, cinta tak pernah sehitam kopi. Cinta itu merah muda, sekali waktu menjelma merah darah. Menunggumu pada waktu matahari meloncat rendah, memintal harap benar-benar wajahmu yang menyinariku. Sekalipun yang kutemukan ialah hujan tempias di mataku.
Sumber: Uncle Gugel


Entah pukul berapa malam—aku tak begitu ingat—seseorang membangunkan tidurku. Herannya, ketika aku membuka mata, tak ada siapa-siapa. Tidak juga kau yang kerap menggelimuni mimpi-mimpiku. Aku mendesah sejenak. Jenak berikutnya, sesuatu membasuh hatiku.
           
Rindu!

Punya Gue

Salam Ramadhan….
            
Lama sudah rasanya aku tidak posting tulisan di blog ini. Bukan karena sibuk atau semacamnya, tapi semata-mata karena kemalasan, wkwk. Bagaimana puasanya Kawan? Lancar? Betapa syukurnya aku—Kawan-kawan semua juga tentu saja—karena kembali bertemu dengan bulan suci ramdhan. Bulan yang berlinang-linang keberkahan.
             
By the way, bicara soal keberkahan, rasanya Allah telah memberiku salah satu berkahnya di antara sekian banyak berkah yang Dia berikan. Berkah itu berupa


Selama ini, hari-hari Naira bisa dibilang biasa saja. Yang membuatnya sedikit berbeda adalah kehadiran Diba, sahabatnya yang selalu ada di saat senang ataupun susah. Namun, semua itu berubah sejak Aji menjadi bagian dari hidupnya.

Aji membuat Naira lebih percaya diri untuk mulai mewujudkan impiannya setahap demi setahap. Aji juga yang memperkenalkan Naira pada cinta yang penuh dengan warna. Ya, mereka saling jatuh cinta. Mereka bahagia dan mereka saling terikat satu sama lain.
Sumber: Uncle Gugel


Semua masih sama.
Rasa. Rindu. Cinta.
Tak ada yang berubah….

Aku dan kamu—dengan tangan saling menggumpal satu—berjalan menyusuri lorong-lorong yang sunyi. Tidak ada kata yang terurai atau pun senyum kecil merekah. Kita sama-sama bergeming. Melangkah. Ya. Hanya melangkah sambil menikmati detik-detik kebersamaan kita.

Punya Gue


Alhamdulillah rabbil alamin. Puji syukur untuk Dia Yang Maha Segalanya. Dia yang selalu mendengarkan doa-doa hambanya. Thanks a lot Allah SWT.

Ketika mendapat info bahwa penerbit Bukune sedang membutuhkan naskah-naskah bergenre romance—mereka sangat butuh banyak sebenarnya—ingatanku tiba-tiba melesat tinggi dan jatuh dalam sebuah naskah yang juga kebetulan bergenre romance yang sudah selesai aku tulis. Saat itu juga, aku cek kembali naskahku itu dan berencana mengeditnya sebelum aku kirim. Namun, entah setan apa dan dari mana dan punya siapa yang datang menghasut diriku, hingga aku mengidap penyakit malas mengedit. Singkat cerita, naskahku itu aku kirim tanpa edit terlebih dahulu. Bisa dibayangkan bagaimana hasilnya?